Jakarta, sehatnews – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengadakan konsultasi publik terkait rancangan Peraturan BPOM (PerBPOM) tentang Pengawasan Sediaan Farmasi dan Pangan Olahan Melalui Peran Serta Masyarakat.
Acara ini berlangsung pada Rabu (12/3/2025) secara hybrid, dengan pertemuan langsung di Gedung Bhinneka Tunggal Ika serta daring melalui platform Zoom.
Tujuan utama kegiatan ini adalah untuk menyampaikan rancangan regulasi serta mengumpulkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan guna memastikan implementasi yang optimal.
Sekretaris Utama BPOM, Jayadi, yang hadir mewakili Kepala BPOM Taruna Ikrar, menekankan bahwa pengawasan obat dan makanan memerlukan keterlibatan banyak pihak.
“BPOM tidak bisa bekerja sendiri. Diperlukan kolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan agar pengawasan berjalan efektif,” ujar Jayadi.
Ia menambahkan, dengan adanya kerja sama ini, obat dan pangan yang beredar di pasaran dapat terjamin keamanannya, memiliki khasiat yang jelas, dan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan.
Menurut Jayadi, konsultasi publik ini merupakan langkah transparansi BPOM sebelum mengesahkan regulasi terkait peran serta masyarakat dalam pengawasan.
“Kami ingin memastikan bahwa sebelum aturan ini diterbitkan, seluruh pihak memiliki kesempatan untuk memberikan masukan dan saran,” katanya.
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM, Kashuri, juga menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam sistem pengawasan BPOM.
“Terdapat tiga pilar utama dalam pengawasan obat dan makanan, salah satunya adalah peran aktif masyarakat,” jelasnya.
Keterlibatan publik dalam pengawasan ini didukung oleh berbagai regulasi, termasuk Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan serta Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, yang mengamanatkan pemberdayaan masyarakat dalam upaya pembangunan kesehatan.
Selain itu, ketentuan ini juga selaras dengan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan.
Sebagai tindak lanjut, BPOM tengah menyusun PerBPOM yang bertujuan menjadi pedoman bagi masyarakat dalam menyampaikan informasi mengenai produk farmasi dan pangan olahan yang tidak memenuhi standar keamanan, khasiat, mutu, serta aspek label, promosi, dan iklan.
“Regulasi ini disusun agar partisipasi masyarakat dalam pengawasan dapat berlangsung secara efektif, efisien, dan komprehensif,” ujar Kashuri.
Salah satu poin utama dalam rancangan ini adalah mekanisme partisipasi masyarakat. Masyarakat dapat berperan aktif dengan memberikan laporan kepada BPOM terkait produk yang dianggap tidak sesuai standar.
Selain itu, masyarakat juga didorong untuk menyebarkan informasi yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai aspek keamanan dan mutu produk farmasi maupun pangan olahan.
Kegiatan konsultasi publik ini dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk asosiasi di bidang obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan olahan.
Hadir pula perwakilan kementerian dan lembaga terkait, akademisi, organisasi profesi kesehatan, serta organisasi masyarakat sipil. Pakar Komunikasi dari Universitas Indonesia, Effendi Gazali, turut serta memberikan pandangannya.
Dalam paparannya, Effendi Gazali menegaskan bahwa konsultasi publik merupakan bagian esensial dalam penyusunan regulasi, sekaligus memberi ruang bagi masyarakat untuk berkontribusi dalam perumusan kebijakan.
“Regulasi ini bukan hanya melindungi konsumen, tetapi juga memastikan kepastian hukum bagi produsen,” ujarnya.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa rancangan PerBPOM ini perlu mempertimbangkan aspek hukum lain, termasuk Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), guna mengantisipasi potensi penyalahgunaan laporan yang bisa berujung pada pencemaran nama baik atau pemerasan.
Dukungan terhadap rancangan peraturan ini juga datang dari berbagai pihak, termasuk Kepolisian Daerah Metro Jaya (Polda Metro Jaya), Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan Asosiasi Pengusaha Suplemen Kesehatan Indonesia (APSKI).
Dengan adanya konsultasi publik ini, BPOM berharap regulasi yang disusun dapat lebih komprehensif serta mendapat dukungan luas dari masyarakat dalam pengawasan obat dan pangan olahan di Indonesia. (*)