Jakarta, sehatnews – Peredaran produk skincare ilegal di Indonesia bukan sekadar isu kosmetik, melainkan mencerminkan tantangan serius di bidang kesehatan masyarakat, ketahanan ekonomi, dan penegakan hukum.
Di bawah kepemimpinan Taruna Ikrar, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM) RI terus menggencarkan aksi pemberantasan terhadap praktik ini, meski dihadapkan pada berbagai kendala kompleks.
Pabrik Skincare Ilegal: Skema Distribusi Raksasa Terungkap
Penemuan pabrik skincare ilegal di Jakarta Utara baru-baru ini membuka mata publik akan skala besar peredaran produk kosmetik tanpa izin.
Pabrik ini memproduksi ribuan unit setiap harinya dengan target distribusi lokal hingga internasional. Produk-produk tersebut, yang dikemas dengan merek menarik dan mengusung klaim “hasil instan”, terutama ditujukan untuk konsumen muda.
Hasil investigasi BPOM menunjukkan bahwa produk-produk ini mengandung bahan berbahaya seperti merkuri dan hydroquinone, yang penggunaannya dilarang tanpa pengawasan ketat.
Dalam wawancaranya, Taruna Ikrar mengungkapkan bahwa pelaku sering memanfaatkan platform e-commerce untuk menyembunyikan identitas dan memperluas jangkauan pemasaran.
“E-commerce menjadi tantangan besar karena pelaku dapat berpindah platform dengan mudah untuk menghindari pelacakan,” jelas Taruna.
Ekonomi di Balik Skincare Ilegal
Investigasi lebih lanjut menemukan bahwa jaringan distribusi produk ilegal ini memiliki potensi omset hingga ratusan triliun rupiah per tahun.
Angka ini didorong oleh permintaan produk kecantikan di Indonesia yang terus meningkat, dengan pertumbuhan mencapai 6,9% per tahun menurut laporan Euromonitor International.
Taruna Ikrar juga menyoroti dampak negatif dari peredaran produk ilegal terhadap pendapatan negara. “Selain merugikan kesehatan masyarakat, negara kehilangan potensi pendapatan pajak yang seharusnya bisa digunakan untuk pembangunan,” tegasnya.
Bahaya Kesehatan yang Mengancam
Data BPOM menunjukkan bahwa lebih dari 40% produk kosmetik ilegal yang disita antara Januari 2023 hingga Desember 2024 mengandung bahan berbahaya. Di antaranya:
- Merkuri: Dapat menyebabkan kerusakan ginjal, sistem saraf, dan kanker.
- Hydroquinone: Memutihkan kulit tetapi berisiko iritasi, hiperpigmentasi, hingga kanker kulit.
- Steroid: Menimbulkan efek instan namun menyebabkan penipisan kulit dan gangguan hormonal.
Pengalaman Maya (25), salah satu korban, menjadi peringatan. “Awalnya kulit saya cerah dalam seminggu, tapi muncul bercak hitam yang sulit hilang. Setelah diperiksa, ternyata produk itu mengandung merkuri,” ungkapnya.
Tantangan Penegakan Hukum
Meski BPOM telah menunjukkan komitmen tinggi, pelaku skincare ilegal sering lolos dengan hukuman ringan. “Hukuman yang ringan tidak memberikan efek jera. Dibutuhkan regulasi lebih tegas dan koordinasi lintas sektor,” kata Taruna.
BPOM kini berencana meningkatkan kerja sama dengan aparat penegak hukum, termasuk kepolisian dan kejaksaan. Kasus kosmetik ilegal sering dipandang sebagai pelanggaran ringan, meski dampaknya sangat serius.
Langkah ke Depan: Mengakhiri Peredaran Skincare Ilegal
Untuk memberantas skincare ilegal, BPOM berencana memperkuat kolaborasi dengan platform e-commerce dan menggandeng influencer untuk kampanye edukasi masif.
Selain itu, revisi undang-undang terkait kosmetik sedang diupayakan untuk memperberat hukuman bagi pelaku.
“Kami ingin melindungi masyarakat sekaligus mendukung industri kosmetik legal, terutama brand lokal,” ujar Taruna. BPOM juga mengajak masyarakat memanfaatkan aplikasi resmi Cek BPOM untuk memverifikasi produk.
Peredaran skincare ilegal di Indonesia adalah ancaman serius yang membutuhkan sinergi antara BPOM, penegak hukum, dan masyarakat.
Dengan langkah kolektif, konsumen dapat terlindungi, sementara industri kosmetik legal dapat tumbuh lebih transparan dan bertanggung jawab. (*)