Bali, sehatnews — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia terus mendorong percepatan vaksinasi HPV nasional sebagai langkah strategis untuk menekan angka kematian akibat kanker serviks.
Dalam Global Cervical Cancer Elimination Forum 2025 di Bali, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan urgensi program ini, mengingat kanker serviks masih menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi bagi perempuan Indonesia.
“Kanker serviks adalah pembunuh nomor dua bagi perempuan Indonesia setelah kanker payudara. Setiap 25 menit, satu perempuan Indonesia meninggal karena kanker ini,” tegas Menkes Budi, Selasa (17/6).
Pernyataan ini bukan sekadar data statistik, tapi panggilan aksi. Pemerintah melalui Kemenkes mengambil langkah konkret dengan memperluas cakupan vaksinasi HPV yang dimulai secara nasional sejak Agustus 2023. Dalam waktu singkat, lebih dari 5 juta remaja perempuan telah menerima vaksin tersebut.
Dari Krisis ke Solusi: Belajar dari COVID-19
Menkes Budi mengaku pengalaman mengelola vaksinasi COVID-19 menjadi titik tolak dalam menyusun strategi menghadapi kanker serviks. Dengan pendekatan yang serupa—mengandalkan vaksin sebagai pilar utama—program vaksinasi HPV pun diluncurkan.
“Saya belajar bahwa vaksin adalah jawaban paling efektif. Maka, kami cari cara agar vaksin HPV ini tersedia, terjangkau, dan berkelanjutan,” jelasnya.
Untuk memastikan kemandirian produksi, Kemenkes menggandeng Biofarma melalui mekanisme transfer teknologi. Langkah ini bertujuan menekan ketergantungan terhadap vaksin impor dan memperkuat sistem kesehatan nasional secara berkelanjutan.
“Biofarma sudah menandatangani perjanjian alih teknologi. Dengan ini, Indonesia bisa memproduksi vaksin sendiri,” lanjutnya.
Inovasi Skrining Mandiri: Pemeriksaan yang Lebih Ramah dan Terjangkau
Tak hanya vaksinasi, upaya pencegahan kanker serviks juga dilakukan melalui skrining dini. Menkes Budi memperkenalkan rencana inovatif berupa uji mandiri (self-screening) yang memungkinkan perempuan melakukan deteksi dini kanker serviks secara praktis di rumah.
“Kami ingin perempuan tidak harus ke rumah sakit untuk pemeriksaan. Dengan skrining mandiri, deteksi dini bisa dilakukan lebih luas,” katanya.
Pendekatan ini dinilai sangat penting terutama bagi wilayah-wilayah terpencil yang masih sulit dijangkau layanan kesehatan. Diharapkan, metode ini dapat meningkatkan kesadaran sekaligus mempercepat upaya eliminasi kanker serviks di Indonesia.
Langkah progresif Indonesia mendapatkan apresiasi dari dunia internasional. Direktur Jenderal WHO, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, menilai bahwa apa yang dilakukan Indonesia adalah contoh nyata dari kepemimpinan dalam sektor kesehatan publik.
“Sekarang, tantangannya bukan lagi soal apa yang harus dilakukan, tetapi seberapa cepat dan seberapa adil kita mau bertindak,” ujar Tedros.
Ia menegaskan bahwa tidak ada alasan satu pun perempuan harus meninggal karena penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dan diobati.
“Kita punya ilmunya. Vaksinasi, skrining, dan pengobatan terpadu bisa menghentikan kanker serviks,” tambahnya.
Melalui vaksinasi HPV, inovasi skrining, dan kolaborasi lintas sektor, Indonesia sedang membangun fondasi kuat menuju eliminasi kanker serviks.
Menkes Budi menegaskan bahwa program ini bukan hanya program kesehatan, tapi investasi untuk masa depan generasi perempuan Indonesia.
“Kita tidak boleh menunda. Setiap jiwa yang bisa diselamatkan hari ini adalah kemenangan besar untuk masa depan Indonesia,” pungkasnya. (*)