Perkuat Kualitas dan Pemerataan Tenaga Kesehatan, Pemerintah Luncurkan SPO Uji Kompetensi Nasional

Tim Redaksi

Kejar Pemerataan Dokter, Pemerintah Luncurkan SPO Uji Kompetensi Nasional
Kejar Pemerataan Dokter, Pemerintah Luncurkan SPO Uji Kompetensi Nasional

Jakarta, sehatnews — Pemerintah Indonesia resmi memperkenalkan Standar Prosedur Operasional (SPO) Uji Kompetensi Nasional bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan, Senin (13/10/2025), di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta.

Langkah ini menandai babak baru dalam upaya memperkuat kualitas sekaligus pemerataan tenaga kesehatan di seluruh wilayah Indonesia.

Peluncuran SPO ini menjadi respons terhadap tantangan klasik sektor kesehatan nasional—mulai dari ketimpangan distribusi dokter, hingga minimnya ketersediaan tenaga medis di fasilitas layanan dasar seperti Puskesmas dan rumah sakit daerah.

Wamenkes: Produksi dan Distribusi Dokter Harus Dipercepat

Wakil Menteri Kesehatan RI Prof. Dante Saksono Harbuwono menegaskan, regulasi baru ini merupakan instrumen penting untuk mempercepat pemenuhan tenaga medis di berbagai daerah.

Menurutnya, meski kebutuhan layanan kesehatan terus meningkat, ketersediaan dokter dan tenaga kesehatan lain masih jauh dari ideal.

“Masih ada 4,6% Puskesmas tanpa dokter, dan hampir 39% belum memiliki sembilan jenis tenaga kesehatan sesuai standar minimal. Bahkan, sepertiga RSUD belum memiliki tujuh spesialis dasar,” ungkap Prof. Dante.

Ia menjelaskan, persoalan utama yang harus diselesaikan pemerintah ada dua: jumlah tenaga medis yang belum mencukupi dan distribusi yang timpang antarwilayah.

Karena itu, sistem pendidikan dan uji kompetensi harus mampu menghasilkan tenaga medis yang kompeten dan siap ditempatkan di mana pun.

Model Pendidikan Kedokteran Didorong Lebih Fleksibel

Lebih lanjut, Prof. Dante mengungkapkan bahwa ke depan model pendidikan kedokteran akan dibuat lebih beragam, baik yang berbasis universitas maupun rumah sakit.

Namun, standar kompetensinya tetap diseragamkan secara nasional melalui SPO.

“Yang terpenting, apa pun modelnya, kompetensi lulusan harus setara dan terjamin kualitasnya,” tegasnya.

Melalui penerapan SPO ini, lulusan yang dinyatakan lulus akan memperoleh sertifikat nasional sebagai bukti kompetensi. Sementara peserta yang belum lulus dapat mengikuti ujian ulang sesuai ketentuan yang berlaku.

Pengawasan implementasi SPO akan melibatkan tiga lembaga utama, yakni Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi; Kementerian Kesehatan; serta Konsil Kesehatan Indonesia.

SPO ini mulai diterapkan di lingkungan pendidikan tinggi dan kolegium kesehatan tahun ini, dengan harapan mampu memperbaiki sistem pembelajaran serta proses sertifikasi profesi medis di Indonesia.

Wamen Diktisaintek: SPO Buah Kolaborasi dan Kritik Panjang

Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Prof. Fauzan, yang turut hadir dalam acara peluncuran, menyebut penyusunan SPO ini melalui proses panjang dan penuh dinamika.

“Banyak kritik dan masukan, bahkan hujatan di media sosial. Tapi akhirnya, setelah perjalanan panjang, SPO ini bisa diselesaikan dan diluncurkan dengan baik,” ujar Prof. Fauzan.

Ia menilai, keberhasilan dua kementerian besar—Kemenkes dan Kemendiktisaintek—melahirkan SPO bersama merupakan bentuk kolaborasi lintas sektor yang perlu dilanjutkan.

“Dengan adanya SPO ini, kami berharap proses pendidikan tenaga kesehatan semakin transparan, terukur, dan selaras dengan kebutuhan nasional,” tambahnya.

Melalui peluncuran SPO Uji Kompetensi Nasional ini, pemerintah menegaskan komitmennya menghadirkan tenaga medis yang kompeten, tersertifikasi, dan merata di seluruh Indonesia.

Langkah ini diharapkan mampu memperkuat sistem pelayanan kesehatan nasional, menjawab tantangan kekurangan dokter, serta meningkatkan mutu layanan masyarakat dari Sabang hingga Merauke. (*)

Jangan Lewatkan:

Bagikan: